Sabtu, 23 Agustus 2014

Cerita Buddhis 41: BLACKIE MILIK NENEK (Kasih Sayang)




BLACKIE MILIK NENEK (Kasih Sayang)
Diterjemahkan oleh Novita Hianto, editor Selfy Parkit.
Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50

Pada suatu waktu, ketika saat Raja Brahmadatta memerintah di Benares, ada seorang nenek yang mempunyai seekor anak sapi. Anak sapi ini adalah seekor anak sapi hitam bangsawan. Sesungguhnya, warnanya hitam pekat tanpa bintik-bintik putih. Anak sapi itu adalah Bodhisatta – makhluk yang tercerahkan.

Nenek itu membesarkan si anak sapi seperti anaknya sendiri. Dia memberi makan nasi dan bubur terbaik. dia menciumi kepala dan leher anak sapi itu, dan anak sapi menjilati tangan si Nenek. Karena mereka sangat akrab, orang-orang mulai memanggil si anak sapi, ' Blackie milik nenek'.

Bahkan setelah anak sapi telah tumbuh menjadi sapi jantan yang besar dan kuat, Blackie milik nenek tetap sangat jinak dan lemah-lembut. Anak-anak desa bermain dengannya, memegang leher, telinga, dan tanduknya. Bahkan mereka mengambil ekornya dan berayun ke belakang sebagai tunggangan. Dia menyukai anak-anak, jadi dia tidak pernah mengeluh.

Sapi yang bersahabat itu berpikir, "Nenek baik hati, yang telah membesarkanku seperti seorang ibu bagiku. Dia telah membesarkanku seperti anaknya sendiri. Dia miskin dan kekurangan, tetapi terlalu sungkan meminta bantuanku. Dia terlalu lembut untuk memaksa saya bekerja. Karena saya juga mencintai dia, saya berharap dapat membebaskan dia dari penderitaan kemiskinan." Jadi sapi mulai mencari pekerjaan.
Suatu hari, sebuah kafilah dengan 500 kereta datang ke desa. Kafilah itu berhenti pada tempat yang sulit untuk menyeberangi sungai. Sapi-sapi mereka tidak dapat menarik kereta menyeberang. Pemimpin kafilah menempatkan 500 pasang sapi pada kereta pertama. Tetapi sungainya terlalu deras sehingga mereka tidak dapat menyeberang walaupun hanya satu kereta.

Menghadapi masalah ini, pemimpin mencari tambahan sapi. Dia terkenal dalam ahli menilai kualitas dari sapi-sapi. Saat memeriksa kumpulan pengembara, dia melihat Blackie milik nenek. Sekilas dia berpikir, "Sapi bangsawan ini sepertinya memiliki kekuatan dan kemauan menarik kereta-keretaku menyeberangi sungai."

Dia berkata kepada para penduduk desa yang berdiri di dekatrnya. "Sapi hitam ini milik siapa? Aku ingin menggunakan sapi ini untuk menarik keretaku menyeberangi sungai, dan Aku bersedia membayar jasanya kepada pemiliknya." Orang-orang berkata, "Kalau begitu, silakan bawa dia. Tuannya sedang tidak ada disini."

Demikianlah dia meletakan seutas tali melalui hidung Blackie. Tetapi saat dia menarik, dia tidak dapat menggerakan sapi itu! Sapi itu berpikir, "Aku tidak akan bergerak sampai orang ini berkata kalau dia akan membayar perkerjaanku."

Sebagai penilai sapi yang baik, Pemimpin kafilah memahami alasan ini. Sehingga dia berkata, "Sapi, setelah kamu berhasil menarik 500 keretaku menyeberangi sungai, Aku akan membayar kamu dua koin emas untuk setiap keretanya – bukan satu, tetapi dua!" Mendengar hal ini, Blackie bersedia ikut pergi dengannya.

Kemudian dia memasang pakaian kuda ke sapi hitam itu dan menghubungkannya ke kereta pertama. Sapi itu menarik kereta melewati sungai. Hal ini belum pernah dapat dilakukan oleh 1000 sapi sebelumnya. Seperti yang diharapkan, dia dapat menarik 499 kereta menyeberangi sungai dalam satu waktu, tanpa memperlambat langkahnya!

Ketika semuanya telah selesai dikerjakan, pemimpin kafilah menyiapkan bungkusan berisi hanya satu koin emas per kereta, totalnya 500 koin. Dia mengalungkannya di leher sapi kuat ini. Sapi berpikir, "Orang ini berjanji akan memberikan dua koin emas per kereta, tetapi ini tidak sesuai dengan apa yang sudah dikalungkan di leherku. Maka Aku tidak akan membiarkan dia pergi!" Sapi berjalan ke bagian depan kafilah dan menghalangi jalan.

Pemimpin berusaha mendorongnya keluar dari jalan, tetapi dia tidak bergerak. Pemimpin berusaha mengendarai kereta-kereta itu di sekelilingnya. Tetapi semua sapi telah melihat betapa kuatnya dia, sehingga mereka tidak mau bergerak juga!

Laki-laki itu berpikir, "Tidak diragukan lagi bahwa dia adalah sapi jantan yang pintar, yang dapat mengetahui bahwa Aku hanya membayarnya setengah harga." Demikianlah dia membuat lagi sebuah bungkusan baru yang berisi 1000 koin emas, dan mengalungkannya di leher sapi.
Blackie milik nenek kembali menyeberangi sungai dan langsung berjalan menuju si nenek, 'ibu-nya'. Sepanjang perjalanan, anak-anak berusaha mengambil bungkusan uang, mengira itu adalah permainan. Tetapi dia tidak memperdulikan mereka.

Ketika si Nenek melihat bungkusan berat itu, dia sangat terkejut. Anak-anak menceritakan kepadanya semua hal tentang apa yang terjadi di sungai. Dia membuka bungkusan itu dan menemukan 1000 koin emas.

Wanita tua itu juga melihat kelelahan pada mata 'anak'nya. Dia berkata, "Oh anakku, kamu pikir Aku berharap dapat menghasilkan uang dari kamu? Kenapa kamu mau bekerja sangat keras dan menderita? Bagaimanapun susahnya nanti, Aku akan selalu memelihara dan menjagamu."
Kemudian wanita baik itu memandikan sapi jantan tercintanya dan memijat otot-ototnya yang lelah dengan minyak. Dia memberinya makanan yang baik dan merawatnya, sampai akhir dari hidup mereka yang bahagia.

Pesan moral: Kasih sayang membuat rumah termiskin menjadi rumah terkaya.


Dikutip dari: http://selfyparkit.wordpress.com/2010/08/06/blackie-milik-nenek-kasih-sayang/

Sumber : Artikel Buddhis

Kamis, 21 Agustus 2014

Cerita Buddhis 44: Burung Merak yang Menari (Kebanggaan dan Kerendahan Hati)





Burung Merak yang Menari (Kebanggaan dan Kerendahan Hati)
Diterjemahkan oleh Ika Pritami, Editor Selfy Parkit.
Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50
Many thanks to Mr. Tasfan and Willy Yanto Wijaya.


Suatu ketika zaman dahulu kala, binatang berkaki empat menjadikan seekor singa sebagai raja mereka. Ada seekor ikan raksasa yang mengembara di lautan dan ikan-ikan menjadikannya sebagai raja mereka. Para burung tertarik pada keindahan, demikianlah mereka memilih Angsa Emas sebagai raja mereka.

Raja Angsa Emas memiliki anak yang cantik. Ketika anaknya masih kecil, ia mengabulkan satu buah permintaan untuknya. Anaknya berkeinginan, ketika ia cukup besar, ia dapat memilih suaminya sendiri.

Ketika anaknya beranjak dewasa, Raja Angsa Emas mengundang semua burung yang berada di Gunung Himalaya yang maha besar di Asia Tengah untuk berkumpul. Maksudnya adalah untuk menemukan suami yang pantas bagi anak gadisnya. Burung-burung datang dari berbagai jarak yang jauh, bahkan dari Tibet yang tinggi. Mereka adalah para soang (angsa peliharaan), angsa, elang, burung pipit, burung kolibri, burung tekukur, burung hantu dan banyak burung-burung jenis lainnya.

Pertemuan tersebut diadakan di atas lempengan bebatuan yang tinggi, di lahan hijau yang indah di Nepal. Raja Angsa Emas mengatakan kepada anak gadis kesayangannya untuk memilih suami mana saja yang ia inginkan.

Ia menyaksikan banyak jenis burung. Matanya tertuju pada burung merak yang berleher hijau dengan kilauan cahaya dan bulu ekor yang berjuntai sangat indah. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Burung ini, si merak, akan menjadi suamiku.”

Mendengar bahwa si merak sebagai yang beruntung, semua burung lainnya mengerumuni si merak untuk mengucapkan selamat padanya. Mereka berkata, “Meskipun di antara begitu banyak jenis burung yang indah, putri Angsa Emas telah memilihmu. Kami mengucapkan selamat atas keberuntunganmu.”

Si burung merak menjadi sangat dipenuhi keangkuhan, ia mulai memamerkan bulu-bulunya yang penuh warna dalam sebuah tarian mengigal yang luar biasa. Ia mengibaskan bulu ekornya yang mengagumkan dan menari berputar untuk memamerkan ekornya yang indah. Menjadi begitu sombong, ia mengadahkan kepalanya ke angkasa dan melupakan segala kerendahan hati, dengan begitu ia juga mempertunjukkan bagian-bagiannya yang sangat pribadi agar semua melihat!

Para burung lainnya, khususnya yang muda, tertawa terkikih-kikih. Tetapi Raja Angsa Emas tidak merasa senang. Ia merasa malu menyaksikan pilihan putrinya berlaku semacam itu. Ia berpikir, “Merak ini tidak mempunyai naluri kemaluan untuk memberinya sopan santun yang pantas. Tidak juga ia memiliki ketakutan luar untuk mencegah prilakunya yang tidak senonoh. Lalu mengapa putriku harus dipermalukan oleh pasangan yang berpikir tanpa pertimbangan seperti itu?

Berdiri di tengah-tengah kumpulan besar pada burung, raja burung berkata, “Tuan merak, suaramu merdu, bulu-bulumu indah, lehermu bercahaya seperti sebuah batu permata, dan ekormu seperti kipas yang begitu indah. Tetapi kamu telah berdansa di sini layaknya seseorang yang tidak memiliki rasa malu ataupun takut sebagaimana mestinya. Aku tidak akan mengijinkan putriku yang tak berdosa ini untuk menikah dengan merak dungu seperti kamu!”

Kemudian Raja Angsa Emas menikahkan putrinya dengan keponakan raja. Burung merak yang dungu terbang jauh, kehilangan seorang calon istri yang cantik.

Pesan Moral : Jika membiarkan rasa bangga bersemayam di pikiranmu, kamu akan mulai bertindak layaknya seorang yang dungu.


Dikutip dari: http://selfyparkit.wordpress.com/2010/08/24/burung-merak-yang-menari-kebanggaan-dan-kerendahan-hati/

Sumber : Artikel Buddhis